Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2020

Agatha Christie, Conan Doyle, Dan Brown, dan sebuah review serabutan untuk 3 mahakarya

Saya menemukan sebuah notes di hape saya bertanggalkan 2 Juni 2020, waktu liburan lebaran kalau nggak salah. Lebaran di masa pandemi memberikan kita buanyak waktu luang: nggak ada anjang sana anjang sini silaturahim ke tetangga dan keluarga, padahal biasanya kita (atau kami) bisa menghabiskan berhari-hari di jalan untuk melakukan budaya ini, touring dari satu kota ke kota lain menemui keluarga jauh. Oke tapi tulisan ini bukan tentang lebaran, tapi tentang buku-buku yang saya baca demi mengisi waktu longgar karena nggak ngapa-ngapain selama lebaran. Buku apa? Sebagai mahasiswa tingkat akhir yang nggak bertanggung jawab, bukannya nyicil baca-baca literatur atau buku saintifik yang berguna, tentu saja saya malah baca buku-buku fiksi.  Daripada review, mungkin tulisan di bawah akan lebih mirip ringkasan dan komentar serabutan terhadap tiga buah buku, yang sebenernya, adalah mahakarya para penulis agung di dunia fiksi thriller. Saya nggak ingin lupa gimana saya tercengang-cengang selama bac

Reply 1988: sebuah cara mengapresiasi masa lalu

Malam ini, entah udah yang ke berapa kalinya sejak beberapa bulan terakhir, Reply 1988 jadi trending topic lagi di twitter. I find it hard to read the tweets, karena jujur aja saya susah banget move on sejak pertama kali nonton drama ini. Saya baru nonton sekitar lima bulan lalu. Iya, udah telat banget emang. Drama ini dirilis tahun 2015, orang-orang udah pada heboh sejak jaman kapan, temen saya pun udah merekomendasikan drama ini sejak lama, dan saya baru nonton sekitar bulan Mei lalu. There was no specific reason to not watch it earlier, saya cuma sulit untuk mulai nonton drama karena saya tau akan susah berhenti, kepikiran terus. I hate being emotionally unstable for such a long time, cause I am easily emotionally-messed-up for movies or dramas. Geng Ssangmundong yang siap memporak-porandakan batin. source: pinterest Dan bener aja. Di episode pertama saya udah ngakak-ngakak sampe mewek jelek. Soundtracknya udah terngiang-ngiang di kepala, saya mulai melihat wajah Deok-sun waktu lagi

Narcolepsy: what and how?

Kamu pasti pernah memaksa diri sendiri untuk tetap terjaga, mungkin waktu nyetir, tengah kuliah panjaang yang membosankan, atau waktu ngerjain tugas deadline sampe tengah malem. Kamu bilang sama diri sendiri, ayo melek dulu, jangan bobok dulu, aduh ngantuk banget tapi jangan tidur sekarang! et et ngantuk bgt dah source: giphy.com Saat itu, kamu sebenernya sedang mengontrol siklus tidur-terjagamu ( sleep-wake cycle ). Kamu tahu sekarang bukan waktunya tidur, jadi kamu berusaha untuk tetap melek. Kamu bisa menyadari bahwa kamu ngantuk dan mengendalikan tubuhmu untuk tetap terjaga sampai waktunya kamu bisa benar-benar tertidur. Nah, ada sebuah gangguan, dimana seseorang kehilangan kemampuan untuk mengontrol siklus tidur-terjaga ini, dan gangguan itu disebut narkolepsi. Batas-batas normal antara tidur dan terjaga jadi kabur, menyebabkan munculnya karakteristik tidur terjadi saat orang itu benar-benar terjaga.   Kok bisa? Dalam otak kita ada sekelompok neuron (sel saraf) khusus yang tugasny

I'm a sleepyhead and that's okay

I am a sleepyhead and that's okay: a self-acceptance journal of narcolepsy Here we go again.  Saya mengetik random things sambil menunggu antrian bersama pasien lain. Ada banyak antrian yang harus ditunggu: di bagian pendaftaran, asesmen awal dengan perawat, sebelum ketemu dokter, dan akhirnya mengantre lagi di bagian farmasi. Biasanya antriannya panjang dan lama, saya jadi punya banyak waktu untuk berpikir.  Oh ya. Tiap bulan saya harus kontrol ke spesialis saraf di rumah sakit untuk mendapatkan obat hingga sebulan berikutnya. Sakit apa? Well, it's a long story to tell and this note is about me trying to accept and being okay with myself having this. Catatan ini udah jadi arsip setelah sekian lama, selalu bertambah beberapa paragraf tiap saya kontrol di bulan berikutnya, makanya jadi sepanjang ini. Sembari mengetik, saya mengumpulkan potongan-potongan keberanian, penerimaan diri, rasa syukur, apapun yang bisa saya lakukan agar saya merasa lebih baik dengan fakta ini. Sejujurn

Menjadi Kakak

Bagian terbaik dari menjadi seorang kakak adalah melihat adik kecilnya tumbuh dengan baik. Lihat dia, dia bukan lagi adik kecil yang dulu bisa kugendong dengan mudah di pundakku saat menonton pertunjukan topeng ireng di lapangan desa. Dia telah tumbuh menjadi gadis cantik yang cemerlang. Lihat? Bahkan dia sudah pintar berdandan. Bibir dan pipinya bersemu merah muda. Tapi kau tahu apa yang paling membuatnya terlihat begitu manis? Gigi kelinci dan lesung pipi yang muncul saat ia tersenyum dan tertawa. Persis seperti punyaku. Aih, sudah kubilang kan, dia benar-benar adik perempuanku. Aku tak bisa berhenti tersenyum lebar setiap melihatnya melintas. Jas putihnya melambai tertiup angin karena biasanya ia berjalan agak tergesa. Kacamatanya melorot karena hidungnya pesek, sama seperti hidungku. Kadang-kadang keningnya berkerut. Hmm, praktik kerja langsung di rumah sakit sungguhan agaknya cukup membuatnya pusing dan lelah, eh? Itulah kenapa aku selalu menunggunya disini. Tak ada yang bisa kula