Dahulu kala, tersebutlah seorang petani bernama Edo
yang sangat giat bekerja. Ia selalu menggarap sawahnya dengan rajin. Pada suatu
siang yang panas, Edo berhenti sejenak dari pekerjaannya mencangkul dan beristirahat di saungnya. Ia
membuka bekal yang sudah ia siapkan sebelumnya, sekotak donat JCo.
Ketika ia sedang menikmati bekalnya, Edo tersentak oleh
sebuah suara.
Edo meletakkan bekalnya dan segera menuju ke sumber suara
yang diperkirakan ada di arah jam 3. Benar saja, ditemukannya seorang perempuan
nyungsep di sawah dengan kaki di atas dan kepalanya tak terlihat.
"Hah? Apa yang terjadi? Kamu nyungsep?" seru Edo
kaget.
"Udah tau pake nanya! Bantuin aku naik, kek!" seru
perempuan itu gemas.
Lalu, dengan susah payah Edo menarik kaki perempuan itu.
Alhamdulillah yah, setelah keringat Edo bercucuran, perempuan itu yang ternyata
adalah Ilul bisa bebas dan mereka saling menatap untuk beberapa saat...
"Mm... makasih, ya, udah nyelametin aku.." ujar
Ilul dengan pipi bersemu merah.
"I, i, iya, sama-sama.." jawab Edo tanpa
mengedipkan matanya dari Ilul.
Sejak insiden nyungsepnya kepala Ilul, Edo dan Ilul menjadi
dekat. Mereka saling menyuapi donat di
saung, bersepeda bersama (tentu saja Ilul yang di depan), saling berkejaran di pematang
sawah, tertawa, bersama... (lalu tiba-tiba mengalun lagu India)
Kedekatan mereka berlanjut ke pernikahan. Mereka mengawali
hidup bersama di sebuah pondok kecil di tepi desa, dan mempunyai 3 orang anak,
Thoifur, Besti, dan Alvin.
Putra pertama mereka, Thoifur, anak bandel yang usil, suka
petakilan kemana-mana, maka dari itu kulitnya yang semula putih seputih susu
clevo vanilla menjadi hitam seperti aspal. Ia tak pernah bosan mengganggu adik
bungsunya, Alvin. Thoifur beranjak dewasa dan menjadi seorang perjaka tangguh.
Suatu saat, ia sedang dapat giliran siskamling di desa. Pada malam Jumat
Kliwon, ia berjaga sendirian memastikan keamanan desa. Bulu kuduknya sudah
mulai menari balet. Berbekal sarung yang terkalung di leher dan senter butut
hidup-padam, ia mengelilingi kampung. Sebuah suara aneh menarik perhatiannya.
Ia mendekati asal suara, dan menemukan seorang gadis --Imanisa alias Nduk,
sedang terjebak di semak-semak. Thoifur menolongnya,
mereka saling jatuh cinta, dan akhirnya menikah.
Pernikahan mereka menghasilkan seorang anak bernama Putri.
Anak perempuan mereka memiliki hidung yang amat panjang sepanjang tali jemuran
tetangga. Thoifur dan Nduk berniat
memotongnya beberapa meter, namun karena suatu kesalahan, hidung Putri terpotong seluruhnya dan Putri tak memiliki
hidung sama sekali. Karena khawatir Putri tak bisa bernafas, Nduk meminta
Thoifur untuk membuatkan dua lubang di atas mulut Putri sebagai alat pernafasan. Berkat dua lubang
tersebut (dimana Thoifur membuatnya dengan bor), Putri dapat bertahan hidup
hingga dewasa, hingga menemukan belahan jiwanya, Yosaf.
Sudah 10 tahun umur pernikahan Putri dan Yosaf, namun belum
juga mereka mendapatkan momongan. Sudah berbagai cara ditempuh mulai dari minum
jamu berkhasiat sampai kayang di depan Monas, bayi yang diharapkan tak muncul
juga.
"Bagaimana ini, mas?" tanya Putri gusar. Ia baru
saja mencoba metode sikap lilin di depan air mancur namun ia tak kunjung hamil
juga.
"Hm... Aku juga tidak tau apa yang harus kita lakukan
lagi, dek." jawab Yosaf sama gusarnya.
Setelah hening yang panjang, akhirnya mereka memutuskan untuk
membeli anak di Pasar Kliwon. Karena anak yang mereka beli seharga sepuluh ribu
lima ratus rupiah itu perempuan,mereka memberi nama Yosi, gabungan dari YOSaf dan
putrI. Anak mereka tumbuh menjadi perempuan yang aduhai cantiknya. Sayangnya
karena ia terlalu cantik, tak ada laki-laki
yang mempunyai cukup nyali untuk mempersuntingnya.
"Kamu harus cepat menikah, nak. Umurmu sebentar lagi
sudah 29 tahun!" seru Yosaf.
"Hah! Ayah berbohong! Umurku baru 30 tahun, ayah."
Yosi memberikan pembelaan.
"Gemblung kalian semua!" seru Putri hilang kendali,
"Umurmu belum sebanyak itu, nak. Tapi harus cepat menikah. Apa kau suka
pada seseorang temanmu?"
Yosi berpikir sebentar. Lalu ia menjawab, "Iya, ibu, aku
suka pada salah seorang temanku..."
"Sebutkan namanya, nak," pinta Yosaf.
"Namanya..." Yosi diam sebentar, pipinya bersemu
merah dan matanya mengerjap-ngerjap, ia lalu melanjutkan,
"..Zubaedah.."
Mendengar jawaban dari putri semata wayangnya, Putri dan
Yosaf kolaps seketika. Ternyata anak seharga sepuluh ribu lima ratus mereka
menyukai sesama jenisnya.
Saking kolapsnya, seorang penjual air keliling yang kebetulan
lewat di depan rumah mereka untuk
menjajakan jualannya, ditarik begitu saja oleh Yosaf masuk dan dinikahkan saat
itu juga. Kabul, si penjual air keliling, menikah dengan Yosi, si anak sepuluh
ribu lima ratus penyuka sesama.
Jangan terlalu berlebihan, kawan. Tak separah yang kalian
pikirkan. Toh pernikahan mereka dikaruniai seorang anak juga. Ya, Annisa alias
Uut, adalah putri semata wayang dari Yosi dan Kabul. Ia belum menikah karena
terlalu sibuk di Al-Azhar, Mesir. Menjadi tukang sapu, tentu saja.
Anak kedua dari pasangan Edo dan Ilul adalah Besti. Setelah Ilul
melakukan persalinan, ia dan suaminya, Edo, terkaget-kaget melihat anak kedua
mereka. Awalnya mereka mengira anak mereka tertukar dengan jenglot milik suster
perawat. Ternyata tidak. Ya, anak itu murni anak mereka. Anak perempuan mereka
tepatnya. Bayi kecil jelek seukuran botol aqua itu tumbuh menjadi anak gadis
yang... lumayan. Setidaknya wajah Besti sudah tidak seperti jenglot
lagi ketika ia berumur 12 tahun. Dia seperti... manusia.
Suatu saat, ketika ia sedang membeli sate, uangnya jatuh. Ia
merunduk, tangannya turun hendak menggapai selembar uang seribuan itu. Ketika
tangannya menyentuh uang itu, ternyata tangan lain juga berusaha mengambilnya.
Besti mendongak. Dilihatnya wajah seorang laki-laki yang bersinar, membuatnya
silau, tak dapat melihat dengan jelas. Besti memicingkan matanya untuk melihat
lebih jelas.
Dan ia pun menjadi paham bahwa yang membuatnya silau adalah
gigi emas milik lelaki itu yang memantulkan sinar matahari.
"Hai." sapa lelaki itu.
"Ha, halo. Siapa kamu?" tanya Besti bingung. Ia
merasa belum pernah bertemu dengan lelaki itu sebelumnya.
"Aku Aden. Nikah, yuk."
"Ayuk!"
Mereka pun menikah dan hidup bersama dalam sebuah rumah kecil
di sebelah hutan jati. Setelah 2 tahun menikah, akhirnya mereka dikaruniai
momongan, 2 orang putri kembar, Irenna dan Yasmin, yang lahir 10 hari setelah
Irenna. Mereka berdua tumbuh bersama. Mereka
tak pernah bertengkar karena suatu apapun. Mereka selalu akur, dan saling mengalah
satu sama lain. Tak pernah ada perselisihan, hingga suatu saat...
"Farhan! Kamu pilih aku atau dia?!" sentak Yasmin.
Farhan, si tukang fotokopi di kampus mereka, hanya diam.
"Yasmin adikku, harusnya kau tau diri bahwa kamu hanya
seorang adik. Hormati kakakmu dengan membiarkan kakakmu senang menikahi lelaki
yang dia cintai. Kau harusnya begitu padaku, Yasmin!" seru Irenna sambil
mendorong kecil bahu Yasmin.
"Enak saja! Selisih umur kita kan hanya 10 hari, mana
bisa kau sebut dirimu kakakku, ha?! Kalaupun kamu memang kakakku, harusnya kamu
mengalah padaku dan biarkan adikmu bahagia menikahi lelaki yang
dicintainya!" balas Yasmin.
"Semua keputusan ada di tangan Farhan." Irenna
menoleh dan mengalihkan pandangannya pada
Farhan.
"Farhan," Yasmin menatap tajam pada sosok
berkaamata itu, "kau mau menikahi siapa, aku atau dia?"
"Aku akan menikahi kalian berdua." jawabnya cepat.
Jadilah keesokan harinya Farhan menikah dengan Irenna dan
Yasmin sekaligus. Mereka hidup dalam satu atap dan tak pernah ada saling
cemburu maupun saling iri. Irenna dan Yasmin saling berbagi dalam mengerjakan
pekerjaan rumah tangga. Misalnya Irenna mencuci, Yasmin menyapu, dan Farhan
tetap menjadi asisten tukang fotokopi di kampus lama mereka.
Tak sampai 2 tahun, Irenna dan Yasmin melahirkan. Mereka
hamil bersama, senam kehamilan bersama,
dan melakukan persalinan bersama. Anak mereka pun sama-sama perempuan. Putri kecil Irenna diberi nama
Tsaniya. Sedangkan putri kecil Yasmin diberi nama Kimby. Kedua gadis kecil itu
tumbuh bersama. Saat ini Tsaniya masih menjadi atlit bola voli, dan Kimby
menjadi bolanya.
Anak ketiga dari Edo dan Ilul bernama Alvin, si bungsu yang
penurut. Alvin selalu disia-siakan dan dipermainkan oleh kedua kakaknya,
Thoifur dan Besti yang badung. Alvin tak pernah marah bahkan menangis
diperlakukan seperti itu oleh kedua kakaknya. Alvin sangat patuh pada siapapun. Ia mencuci piring, mencuci
pakaian sekeluarga, mengepel, menyapu, membuatkan minuman, bahkan kadang ia
sering memasak untuk makan malam. Saking patuhnya, Alvin digunakan oleh Edo,
Ilul, Thoifur, dan Besti sebagai pembantu. Ckckck, kasian sekali dia.
Alvin tumbuh dewasa, namun ia masih mau juga disuruh-suruh
seperti pembantu. Alvin terlalu tawadhu', sampai-sampai ia tak berani mendekati seorang pun
wanita. Edo dan Ilul kelabakan mencarikan istri untuk Alvin. Maka pada suatu hari...
"Alvin anakku, apa kau kenal dengan putri Pak RT?"
tanya Ilul lembut.
"Sejujurnya Alvin tak kenal. Tapi jika ibu menyuruh
Alvin mengenalnya, Alvin akan berkenalan."
"Putri Pak RT, Inggit, Inggit. Kau tertarik
padanya?"
"Jika ibu menyuruh Alvin untuk tertarik, Alvin akan
tertarik. Jika ibu menyuruh Alvin untuk tidak tertarik, Alvin takkan tertarik." jawab Alvin
sopan.
"Ibu tak menyuruhmu untuk melakukan keduanya, nak, ibu
hanya bertanya," kata Ilul gemas, "kau mau menikahinya?"
"Jika ibu menyuruh Alvin menikah dengannya, Alvin akan
menikah dengannya. Jika ibu
melarang Alvin menikah dengannya, Alvin takkan menikah
dengannya." jawab Alvin lagi.
Ilul semakin gemas. "Lalu, bagaimana jika ayahmu
menyuruhmu menikah dengan Inggit?"
"Jika memang ayah menyuruh, Alvin pasti akan
menurut." jawab Alvin sambil mengangguk.
"Tapi kau bahkan tak mengenalnya!" Ilul tambah
gemas.
"Itu benar, ibu." Alvin kembali mengangguk.
"Lalu kenapa kau mau, ha?!"
"Jika memang perintah ayah dan ibu, Alvin akan tetap
laksanakan."
"Anak aneh! Mau saja menikah dengan wanita yang tak
dikenalnya!"
"Jadi... Alvin harus menikah dengan Nona Inggit atau
tidak?" Alvin mendongak.
"TENTU SAJA JADI!"
Seminggu kemudian, Alvin menikah dengan Inggit si putri Pak
RT. Setelah mereka berkeluarga dan hidup dalam sebuah rumah kecil yang bersih,
Alvin masih belum bisa menghilangkan naluri pembantunya. Jadi ialah yang
melakukan hampir semua pekerjaan rumah tangga. Apalagi ketika Inggit hamil.
Alvin menjadi semakin rajin membersihkan rumah dan melakukan semua pekerjaan
yang ada. 'Aku akan menjadi seorang ayah,' batin Alvin penuh keharuan sambil mengusap
air matanya yang menitik.
Putra mereka lahir. Alvin bersyukur bukan main mempunyai
seorang anak laki-laki meskipun bayinya hanya seukuran munthu. Saking
bersyukurnya, Alvin memberi nama anak laki-laki mereka dengan nama RIZKI AGUNG,
rizki yang amat besar dari Tuhan. Namun anak mereka yang amat sangat disayang
tak tau disayang. Dia menghormati ibunya namun memperlakukan ayahnya sebagai
pembantu. Inggit sampai gemas ketika melihat suaminya mau saja disuruh ini itu
oleh anaknya. Namanya juga Alvin. Menurut pada siapapun bahkan anaknya
sekalipun.
Rizki yang bandel minta ampun (menurun dari Pakdhenya
sepertinya) menjadi berandalan ketika bersekolah. Meskipun badannya tak lebih
besar dari botol aqua dua liter, tapi gayanya selangit. Ia suka memalak, mengejek, dan menghajar meskipun
pada akhirnya dia juga yang babak belur.
Pergaulan Rizki rusak sekali. Pernah beberapa kali ia ikut tawuran, dan Alvin menangis
tak henti-hentinya ketika melihat putranya pulang bercucuran darah.
Namun kebandelan Rizki dan segala tetek-bengeknya hilang
begitu saja entah kemana sejak ia mengenal gadis manis bernama Nanda alias
Kadhe. Rizki yang sudah kuliah sampai semester 11 itu jadi rajin sekali. Ia tak
pernah memalak lagi, tak pernah tawuran, dan seketika Rizki berubah menjadi
sangat baik. Semua itu dilakukannya untuk Kadhe, yang saat itu masih memasuki semester 5 di fakultas perikanan. Dua tahun
berlalu, Rizki dan Kadhe wisuda bersama. Kadhe lulus dengan gelar cumlaude dan
nilai tertinggi, sedangkan Rizki lulus dengan gelar wisudawantertua. Setelah
selesai acara wisuda, Rizki menemui Kadhe untuk meminangnya. Kadhe mengiyakan
pinangan Rizki, dan mereka pun menikah tiga hari setelahnya. Selama jalannya pernikahan,
Alvin menghabiskan 5 kotak tissue untuk mengelap air mata dan ingusnya. Alvin menangis
haru mulai dari awal hingga selesai acara pernikahan. 'Anak semata wayangku, menikah dengan gadis pintar yang dicintainya. Oh, betapa
beruntungnya aku memiliki putra seperti dia.' batin Alvin sambil terus menangis.
Rizki dan Kadhe memulai hidup baru di sebuah apartemen di
kota. Setiap hari Sabtu dan Minggu Alvin datang dari desa untuk menjenguk Rizki
dan Kadhe di rumah baru mereka, mengecek apakah semua baik-baik saja dan
menyelesaikan segala pekerjaan rumah tangga. Inggit gemas sekali suaminya
selalu menghilang setiap akhir pekan. Bagitu tau bahwa Alvin diam-diam keluar dari
rumah dan naik sapi ke kota untuk menjenguk anaknya, Inggit jengkel sekali dan
menyusul Alvin ke kota, menyeretnya dan sapinya, dan merantaikan Alvin pada
tiang rumah agar Alvin tak pergi lagi ke kota. Setiap Inggit berkata bahwa putra
mereka akan baik-baik saja, Alvin akan mulai menangis dan mengoceh, "Lalu
siapa yang akan mencuci piring dan baju mereka? Bagaimana jika salah satu dari
mereka jatuh sakit? Bagaimana jika tiba-tiba beras mereka habis dan mereka tak
bisa makan?" Dan selanjutnya Inggit akan memukulkan coek ke wajah Alvin
hingga ia berhenti mengoceh.
10 bulan setelah Rizki dan Kadhe menikah, mereka dikaruniai
seorang anak perempuan. Della, namanya. Della tumbuh menjadi gadis dewasa,
namun terus melanjutkan kuliahnya sampai S4, dan tak kunjung menikah.
Setiap 6 bulan sekali, keluarga besar Edo dan Ilul melakukan
acara keluarga. Berkumpul di rumah Edo dan Ilul. Saling bercerita,
bernostalgia, tertawa, saling mengejek, dan makan-makan.
Setiap kali perkumpulan, mereka merasa nyaman dan hangat satu
sama lain. Kekeluargaan mereka tak akan hilang. Selalu hangat dan nyaman :)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusok thnks
BalasHapusxD asli saya ngakak baca ni cerita xD
BalasHapusYas plis Yass.. ampe mules -_-
Wkwkwk :D alhamdulillah bisa bikin orang ngakak xD
Hapus