Langsung ke konten utama

Kejadian 7 Tahun Lalu

Ini cerita pendek alias cerpen yang aku buat kelas 7, dan dimuat di Spenada Magazine, majalah sekolahku. Maklum ya kalau masih acakadut jelek. Kan amatir...

 ***

Aku melangkah pasti menuju kelas 8 d. Disana ada Kak Viska, kakak yang aku kenal baik lewat facebook atau biasa disebut FB.

Aku memang belum pernah bertemu langsung dengan Kak Viska. Tapi dari pengamatanku selama ini lewat FB, komentar atau status Kak Viska selalu sopan tapi kocak. Dan sepertinya Kak Viska juga baik. Semalam, aku dan Kak Viska saling mengirim pesan dinding. Kak Viska bilang, dia akan mentraktirku mie ayam karena dia mendapat honor dari sebuah majalah, artikelnya dimuat. Aku senang saja diajak makan gratis. Tapi, kata Kak Viska aku harus menemuinya dulu di kelas 8 d.

“Kak, tolong panggilkan Kak Viska,” ujarku setelah sampai di depan kelas 8 d.

Kakak laki-laki di depanku mengernyitkan dahi, “Siapa?”

“Kak Viska,” ulangku.

“Mana ada yang namanya Viska disini,” kata kakak itu kemudian.

“Hah?” aku ikut mengernyitkan dahi.

“Beneran. Cek aja sendiri kalau nggak percaya. Nggak ada satu pun kelas 8 yang namanya Viska. Emangnya ada apa, Dek?” Tanya kakak itu.

“Kak Viska ngajak aku makan mie ayam. Dia bilang dia kelas 8 d. Masa nggak ada, sih? Nama FB-nya Reviska Sekar Dipta Luphie, tau nggak?” aku mengecek lagi. Bohong ah, kalau kakak ini bilang tidak ada. Jelas-jelas Kak Viska bilang dia kelas 8 d di SMP Citra, kok.

“Hah? Luphie apa?” Kakak itu mengernyitkan dahi lagi. Alisnya bertemu.

“Hadduoh… Kakak kelas 8 apa, sih?” tanyaku mulai agak geregetan.

“Aku 8 d, Dek. Bener, nggak ada yang namanya Revi-Revi Viska disini. Nggak percaya? Cek sendiri, deh!” Kakak itu mempersilahkan aku masuk ke dalam kelas 8 d. Bukannya masuk, aku malah pamitan pada kakak itu. Aku mengeluarkan HP-ku. Dan… Aku membuka FB. Kucari nama Kak Viska. Ketemu! Aku segera mengirim pesan dinding ke Kak Viska.

Kak, aku sudah di depan kelas kakak.. Tapi temen kakak bilang, nggak ada yang namanya Viska di kelas 8… Jadi nggak nih, makan-makannya???

Setelah mengirim pesan dinding, aku baru berpikiran. Memangnya Kak Viska ada pikiran membuka FB sepulang sekolah begini? Ah! Masa bodoh! Aku segera menuju warung mie ayam dan menunggu Kak Viska disana. Aku masih membuka FB lewat HP. Aku menunggu balasan Kak Viska.

5 menit…

10 menit…

20 menit…

Aku masih menunggu Kak Viska. Eh, ada pemberitahuan 1! Ternyata Kak Viska mengirimkan pesan dinding ke aku juga. Bunyinya

Iya, Dek… Kakak udah ada di warung mie ayam Bu Lisa. Dek Echa dimana?

Aku membelalak. Kak Viska bilang, dia sudah ada di warung mie ayam Bu Lisa. Padahal aku juga sedang duduk di bangku warung makan Bu Lisa. Dan… Tidak ada perempuan SMP Citra disini. Hanya ada aku, Bu Lisa, dan 4 anak SMA. Aku merinding.

Kak Viska jangan bercanda, ah. Aku udah di warung Bu Lisa. Nggak ada Kak Viska disini…

Selanjutnya aku segera melesat ke ruang BK. Entah apa yang sedang kupikirkan, tapi kakiku berarah menuju ruang BK. Setelah mengucap salam, aku menceritakan semua kejanggalan Kak Viska pada guru BK, Bu Silvy.

“Echa,” ujar Bu Silvy setelah menghela napas panjang, “Bu Silvy sudah menjadi guru BK disini selama lebih dari 7 tahun. Bu Silvy juga mengenal banyak murid Bu Silvy selama 7 tahun itu. Dan salah satunya adalah Viska yang kamu ceritakan tadi. Dia murid paling menonjol 7 tahun lalu, saat Bu Silvy pertama kali bekerja disini. Tapi, 2 hari menjelang tes kenaikan kelas, dia meninggal tertabrak mobil di depan sekolah ini…”

“Nggak……” aku menggelengkan kepala tidak percaya,”Lalu siapa di balik nama FB Kak Viska???”
Bu Silvy angkat bahu. Aku membuka FB lagi lewat HP. Kucari nama Kak Viska di pencarian. Tidak ada! Kulihat dindingku. Tidak ada pesan dinding sama sekali dari siapa pun! Aku sudah gila, ya?!
Nggak mungkin…” Aku berlari keluar dari ruang BK. Aku segera menyeberang jalan untuk menyegat angkot dan pulang. Bu Silvy mengejarku dari belakang sambil terus memanggil namaku.

Tak kusadari ada sepeda motor melaju kencang dari arah kanan. Aku sudah tak sempat untuk berteriak lagi. Dunia seperti berputar dan dadaku sesak seperti tertindih batu besar.

Gelap, mataku tak bisa dibuka lagi.

*****


Komentar