Langsung ke konten utama

sebuah catatan penghargaan untuk Tulus dan lagu-lagunya yang selalu berhasil memenangkan hati

Entah sejak kapan, saya selalu menganggap lagu-lagu Tulus punya kekuatan magisnya sendiri. Persis seperti namanya, lirik dari setiap lagu Tulus selalu terasa... tulus. Perasaan yang disampaikan terasa sangat nyata. Sepertinya sederhana, tapi sebenernya sangat dalam.

source: google

Maka catatan ini, sesuai dengan judulnya, adalah bentuk penghargaan saya atas lagu-lagu Tulus yang selalu berhasil memenangkan hati, dalam suasana apapun.


Sebenernya saya suka banyak lagu, dengan berbagai genre. Mulai dari Tulus yang jazzy sampai poprock-nya 5SOS dan country-nya Dan+Shay, dari Tulus yang liriknya meaningful sampai j-pop JKT48 yang liriknya agak-agak maksa, Mesut Kurtis atau Raef dengan lagu-lagu religi penggugah jiwanya sampe EXO yang bahkan saya nggak ngerti mereka ngomongin apa, range musik saya (seperti orang lain juga) cukup luas. Tapi khususon untuk Tulus, saya menyisihkan satu ruang sendiri di hati saya. Ea.


Di platform pemutar musik saya, lagu-lagu Tulus bisa ditemukan di Liked Songs, playlist skripsian, playlist sing along, dan playlist khusus lagunya Tulus sendiri. 


Waktu masih jaman jadi pejuang skripsi, playlist skripsian saya yang judulnya "yok skripsian yok" hampir setengahnya berisi lagu Tulus, full album dan single. Sebenernya saya bukan tipe orang yang bisa ngerjain tugas sambil dengerin musik, apalagi kalau tugasnya yang butuh proses berpikir kritis. Pake musik nggak fokus, nggak pake musik ngantuk. Kan repot. Saya dah coba macem-macem musik. Pake lagunya 5SOS atau JKT48 niatnya biar semangat malah jadi pusing sendiri karena kedistrak, pake musik instrumen yang calming kayak Sungha Jung atau Fadly niatnya biar bisa fokus malah jadi ngantuk. Pake lagu-lagu biasa juga sulit fokus karena akhirnya malah ikut nyanyi. Pake lagu yang nggak ngerti biar nggak ikut nyanyi malah bingung, aku tuh lagi dengerin apa to sakjane. Haduh, repot.

Akhirnya, dari pencarian panjang itu, saya cuma menemukan satu penyanyi yang lagu-lagunya tetep bisa didengerin sambil ngerjain tugas. Tanpa perlu musik yang jedag-jedug dia tetep bisa bikin semangat, tapi nggak sampai memecah fokus. Ya, tidak lain dan tidak bukan, siapa lagi kalau bukan: Tulus. Dan itu di semua lagunya begitu. Mantap ga sie?

Sejak itu saya mantep banget self-declare jadi Teman Tulus.


Dan kalau drama perskripsian lagi klimaks-klimaksnya nih, lagu yang akan sering direplay adalah, apalagi kalau bukan, Lekas.

Saat larut dalam sedih, tak berhenti putaran ini bumi

Saat gentar hela napas, tak berhenti cepatnya laju masa

(Lalu suara dalam kepala saya meyakinkan, "Mau kamu drama galau-galauan kayak apa juga kalau nggak mbok garap skripsimu, hari-hari bakal terus berjalan dan kamu tetep nggak akan lulus-lulus.")

Lekas, hentikan tangismu

Lekas, berbinar matamu

Lekas, waktumu sangat terbatas


Waktu enggan menunggumu, dunia terlalu ramai untuk manjakanmu

Lenyaplah semua sedihmu

Kau layak untuk terus tersenyum

Rasanya kayak... disuntik semangat, lalu ada api yang berkobaran di dalem perut saya, mendorong kekuatan sampe kerongkongan, "Ayo stop leha-lehanya, Yas! Bisa yok dikerjain, yok!!"


Di masa awal-awal menjalani terapi obat untuk gangguan tidur, saya sering melewatkan jadwal minum obat karena kelupaan. Akhirnya saya pasang alarm minum obat tiap hari dengan lagu Cahaya-nya Tulus sebagai ringtonenya (sampai penghuni rumah dan kamar pondok hafal banget, begitu bunyi "Bila aku, pegang kendali penuh pada cahayaa--" mereka akan teriak, "Mbak yasmin, mik obaat!").

Karena emang di awal terapi dulu saya masih berusaha bener-bener nerima kondisi medis saya, lagu Cahaya sedikit banyak membantu saya berproses. Rasanya kayak... dirangkul sama sahabat baik, ditepuk-tepuk punggungnya sambil dikuatkan dan diyakinkan bahwa meskipun akan ada hal-hal sulit yang datang, semuanya akan tetap baik-baik aja karena dia akan selalu disini. 


Ratusan hari ku bersamamu, ratusan alasan kamu berharga

Ratusan hari ku mengenalmu, ratusan alasan kamu cahaya

Semampuku, kau akrab dengan senyum dan tawa

Semampuku, tak lagi perlu kau takut cinta

Bila aku pegang kendali penuh pada cahaya,

Aku pastikan jalanmu terang..


Tak mudah lagi sendu menganggu, kau tau cara buatku tertawa

Tak mudah kusut dalam kemelut, kau tau cara mengurai semua

Bila aku pegang kendali penuh pada cahaya,

Aku pastikan jalanmu terang..


Duhai cahaya, terima aku

Aku ingin kau lihat yang kau punya

Aku ingin kau kembali bisa percaya pada diri dan mampumu



Cuma ada satu lagu Tulus yang saya pribadi nggak terlalu suka: Pamit. Awal-awal lagu ini keluar, setelah memutarnya beberapa kali saya memutuskan untuk nggak menyukainya, dan kalaupun kebetulan ketemu lagu ini (yang sebenernya juga saya sendiri yang masukkan ke playlist) saya lebih memilih untuk next aja. Kenapa? Ya karena kekuatan magisnya itu tadi. Lagu ini sedihnya dapet banget. Saya bahkan nggak sedang menjalin hubungan dengan siapa-siapa, nggak sedang harus berpisah sama siapa-siapa, sama sekali nggak ada di posisi harus merelakan kepergian siapa-siapa, harusnya nggak relate, kan. Tapi lagu ini berhasil bikin saya ikut patah hati, bahkan tanpa perlu jatuh cinta lebih dulu. Bawaannya jadi sedih. Hiks.


Yang tersisa dari kisah ini hanya kau takut 'ku hilang

Perdebatan apapun menuju kata pisah

Jangan paksakan genggamanmu..

(lalu lirik ini beresonasi dalam kepala saya: Jangan paksakan genggamanmu.. Jangan paksakan genggamanmu.. Jangan paksakan genggamanmu..)

Ya Allah nggak bisa banget kayak gini:(


Sebenernya masih ada lagu lain yang vibenya sedih, misalnya Langit Abu-Abu atau Ruang Sendiri. Tapi yang dua ini masih bisa dinikmati, nggak kayak Pamit. Liriknya, nadanya, musiknya, video klipnya, mereka semua bekerja sama membagun rasa sakit yang nyata. Rasanya kayak... lagi dipaksa berpisah padahal sayanya udah mempertahankan sampe putus asa. Damagenya bukan main.


Lagu-lagu lain pun, selalu ada potongan-potongan lirik yang ketika semakin diresapi, semakin bikin nggak habis pikir, bisa-bisanya ada orang yang kepikiran bikin lirik kayak gini??

Misal, di masa pandemi ini Tulus merilis satu single berjudul Adaptasi. Pertama kali denger saya nangis.

Semakin banyak waktu 'tuk bicara, semakin kupaham harapmu apa

Semakin banyak waktu 'tuk bersama, bersyukurku kau utuh jiwa raga

Ini bener banget. Di tengah jenuhnya pandemi yang bikin semua orang sulit kemana-mana dan harus di rumah terus, lagu ini bikin saya sadar bahwa kayak gini aja udah patut banget disyukuri, bahwa saya masih diberi kesempatan menghabiskan banyak waktu sama keluarga, bahwa orang-orang tersayang saya masih utuh jiwa raga. Lagu ini membawa saya pada kesadaran, begini aja udah sangat patut disyukuri. 


Sadari indah kerut wajahmu yang baru, 

tenteram setia mengawalmu

..........bisa-bisanya. Kata demi kata dalam baris ini sampe bikin saya speechless. Sadari, indah kerut wajahmu yang baru. Tenteram setia mengawalmu. Cobak. Kok ada yang mengekspresikan rasa cinta sebegini indah. *nangis*


Begitu juga dengan lagu Tukar Jiwa,

Aku kehabisan cara 'tuk jelaskan padamu, mengapa sulit tuk lupakanmu

Aku kehabisan cara 'tuk gambarkan padamu, kau di mata dan di pandanganku

Coba sehari saja, cobalah satu hari saja, kau jadi diriku. Kau akan mengerti bagaimana kumelihatmu, mengagumimu, menyayangimu, dari sudut pandangku.

Seandainya satu hari bertukar jiwa, kau akan mengerti dan berhenti bertanya-tanya.

Ini tuh kayak lagi dikasitau sama orang tersayang waktu lagi insecure-insecurenya, waktu lagi ngerasa nggak layak. Terus dibilang, ih coba sih sehariii aja, kamu liat dirimu dari sudut pandangku, kamu bakal nemu alasan kenapa kamu tuh layak banget buat dikagumi dan disayangi. 

Tuh?! Gimana nggak meleleh sih kalau dibilangin kaya gitu? *nangis* 


Lagu-lagu Tulus penuh dengan kalimat afirmasi yang membuat pendengarnya, atau seenggaknya saya sendiri, merasa kuat dan mampu. Lagu-lagu yang saya maksud ini misalnya Manusia Kuat, Lagu untuk Matahari, Lekas, Mahakarya, dan Tanggal Merah. 


Ada lagu yang terdengar seperti sahabat baik, lagu yang terasa merangkul dan menepuk pundak. Iya, saya udah sebutkan satu yang paling ajaib di atas: Cahaya.


Ada juga lagu-lagu yang rasanya mengajak saya mengakui hal-hal tentang diri sendiri yang nggak sempurna, dan itu nggak apa-apa. Seperti Bunga Tidur dan Gajah. Awalnya Tulus mengajak saya menerima kekurangan yang saya temukan tentang diri saya, kemudian ia lanjutkan dengan meyakinkan bahwa kekurangan itu nggak sepenuhnya buruk, kok. Di balik itu ada hal-hal baik yang nggak (atau belum) mampu saya temukan.


Atau lagu tentang cinta yang nggak selalu berjalan seperti yang kita harapkan, dan mari kita rayakan itu dengan bangga, seperti Baru, Bumerang, Sewindu, Kisah Sebentar, atau Sepatu. Lagu-lagu ini rasanya seperti membebaskan dari rasa kecewa atas hal-hal yang nggak bisa kita kendalikan. Perasaan dan perilaku orang lain, misal. Setelah itu mereka mengajak untuk nggak berlarut-larut dalam kecewa, untuk menemukan kekuatan baru.


Atau lagu-lagu cintanya, seperti Jatuh Cinta, Teman Hidup, Jangan Cintai Aku Apa Adanya, Satu Hari di Bulan Juni, hingga Labirin, lirik mereka membuat saya merasa dicintai dengan sederhana tapi dengan rasa sayang yang sangat dalam. Membuat saya merasa cukup, merasa berharga. Disampaikan dengan diksi yang nggak ndakik-ndakik tapi sampai ke hati, sebagaimana yang saya tulis di awal catatan ini, sederhana tapi dalam. Semakin didengarkan, makna tiap kata semakin tertangkap, dan membuat saya berpikir, "ya ampun, sedalam ini maksudnya..."


Intinya,

Semua lagu Tulus selalu berhasil memenangkan hati saya. Sejauh ini sih (setidaknya beberapa tahun terakhir), saya masih belum bisa bosen memutar lagu-lagunya, bahkan masih sering saya replay. Mau lagi sedih, bahagia, patah hati, jatuh cinta, kesel, dan terutama waktu lagi ngerasa nggak enak hati selalu ada lagu yang bisa dipilih.

Waktu lagi badmood tapi tetep harus menyelesaikan tugas-tugas harian, saya sering bilang sama roommate saya, "Aku dengerin satu lagu sek abis itu baru turun, ya. Satu lagu tok."

Yang kemudian dia bakal "halah preketek" karena tentu saja saya akan replay lagu Tulus berkali-kali. Entah itu salah satu dari Cahaya, Lekas, atau Tukar Jiwa, atau ketiganya. Pada akhirnya saya akan menghabiskan lebih banyak waktu dari sekedar satu lagu tok. Hehe. 


Terima kasih, Mas Tulus.

Lagu-lagumu udah banyak membantu saya berproses. 

ada Tulus dalam halaman kata pengantar skripsi saya wkwk

Komentar